BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk
pada tindakan, sistem, atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti
rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya
mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang
dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, dimana
melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai
ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut. Apabila risiko tersebut
benar-benar terjadi, pihak tertanggung akan mendapatkan ganti rugi sebesar
nilai yang diperjanjikan antara penanggung dan tertanggung. Mekanisme
perlindungan ini sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis yang penuh dengan risiko.
Secara rasional, para pelaku bisnis akan mempertimbangkan untuk mengurangi
risiko yang dihadapi. Pada tingkat kehidupan keluarga atau rumah tangga,
asuransi juga dibutuhkan untuk mengurangi permasalahan ekonomi yang akan
dihadapi apabila ada salah satu anggota keluarga yang menghadapi risiko cacat
atau meninggal dunia.
Perkembangan asuransi di Indonesia saat ini telah
mengalami kemajuan yang sangat pesat. Berbagai perusahaan asuransi
berlomba-lomba menawarkan program asuransi baik bagi masyarakat maupun perusahaan.
Seiring dengan perkembangan berbagai program syariah yang telah diusung oleh
lembaga keuangan lain, banyak perusahaan asuransi yang saat ini juga menawarkan program asuransi syariah. Apakah
dengan membentuk asuransi syariah itu lebih baik dibandingkan dengan asuransi
konvensional ? Berikut kita kaji lebih dalam pada makalah ini.
B. Perumusan Masalah
Berikut adalah rumusan masalah yang akan
dikaji pada makalah perbandingan asuransi konvensional dan syariah, antara lain:
1. Apa
saja perbandingan asuransi konvensional dan asuransi syariah yang dilihat dari
berbagai aspek,
2. Bagaimana
analisa mengenai tingkat keuntungan diantara kedua jenis asuransi tersebut,
3. Manakah
asuransi yang lebih baik diantara asuransi konvensional dan asuransi syariah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah
1. Asuransi Konvensional,
merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau
bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk
jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari
kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian,
kehilangan, kerusakan atau sakit, dimana melibatkan pembayaran premi secara
teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin
perlindungan tersebut.
2. Asuransi Syariah, merupakan sebuah
sistem dimana para peserta menginfaqkan atau menghibahkan sebagian atau seluruh
kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang
dialami oleh sebagian peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas
pengelolaan operasional asuransi dan investasi dari dana-dana atau kontribusi
yang diterima/dilimpahkan kepada perusahaan.
B.
Perbandingan
Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah
Berikut
ini adalah tabel perbandingan Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah :
No
|
Prinsip
|
Konvensional
|
Syariah
|
1
|
Konsep
|
Perjanjian antara dua pihak atau
lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri dengan pihak
tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan pergantian
kepada tertanggung.
|
Sekumpulan orang yang saling
membantu, saling menjamin, dan bekerja sama, dengan cara masing-masing
mengeluarkan dana tabrru’
|
2
|
Asal usul
|
Dari masyarakat babilonia
4000-3000 SM yang dikenal dengan perjanjian Hammurabi. Dan tahun 1668M di
Coffe House London berdirilah Lloyd of London sebagai cikal bakal asuransi
konvensional.
|
Dari al-Aqidah, kebiasaan suku Arab jauh sebelum Islam datang. Kemudian disakan oleh
Rosululloh menjadi hokum Islam, bahkan telah tertuang dalam konstitusi
pertama di dunia (Piagam Madina) yang dibuat langsung Rosululloh.
|
3.
|
Sumber hukum
|
Bersumber dari pikiran manusia dan
kebudayaan.
Berdasarkan hokum positif, hokum
alami dan contoh sebelumnya.
|
Bersumber ddari wahyu Ilahi
Sumber hokum dalam syariah Islam
adalah Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, Fatwa Shahabat, Qiyas, Istihsan, “urf
Tradisi, dan Mashalih Mursalah
|
4
|
Maisir Gharar, Riba
|
Tidak selaras dengan syariah Islam
karena terdapat 3 hal ini.
|
Bersih dari praktik Maisir Gharar,
dan Riba
|
5
|
DPS (Dewan Pengawas Syariah)
|
Tidak ada. Sehingga ddalam
praktiknya banyak bertentangn dengan kaidah-kaidah syara’
|
Ada, yang berfungsi untuk
mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan agar terbebas dari
praktik-praktik muamalah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
|
6
|
Akad
|
Akad jual beli (akad mu’awadhoh,
akad idz’aan, akad gharra, dan akad mulzim)
|
Akad tabarru’ dan akad tijaroh
(mudhorobah, wakalah, wadiah, syirkah, dan sebagainya)
|
7
|
Jaminan/risk (resiko)
|
Transfer of risk, di mana terjadi
transfer resiko ddari tertanggung kepada penanggung
|
Sharing of risk, di mana terjadi
proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lain (ta’awun)
|
8
|
Pengelolaan dana
|
Tddak ada pemisahan dana, yang
berakibat terjadinya dana hangus (untuk produk saving life)
|
Pada produk-produk saving life
terjadi pemisahan dana, yaitu dana tabarru’, derma ddan dana peserta,
sehingga tidak mengenal dana hangus. Sedangkan untuk term insurance (life)
dan general insurance semuanya bersifat tabarru’.
|
9
|
Investasi
|
Bebas melakukan investasi dalam
batas-batas ketentuan perundang-undangan. Dan tidak terbatasi pada
halal-haramnya objek atau system investasi yang digunakan.
|
Dapat melakukan investasi sesuai
ketentuan perundang-undangan, sepanjang tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah Islam. Bebas ddari riba dan tempat-tempat investasi
yang terlarang.
|
10
|
Kepemilikan dana
|
Dana yang terkumpul dari premi
peserta seluruhnya menjadi milik perusahaan. Perusahaan bebas menggunakan dan
menginvestasikan ke mana saja.
|
Dana yang terkumpul dari peserta
dalam bentuk iuran atau kontribusi, merupakan milik peserta (shohibul mal),
asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah(mudhorib) dalam mengelola dana
tersebut.
|
11
|
Unsure premi
|
Unsure premi terdiri dari tabel
mortalita (mortality tables), bunga (interest), biaya-biaya asuransi (cost of
insurance)
|
Iuran atau kontribusi terdiri dari
unsure tabarru’ dan tabungan (yang tidak mengandung unsure riba). Tabarru’
juga dihitung dari mortalita, tetapi tanpa perhitungan bunga teknik.
|
12
|
Loading
|
Loading pada asuransi konvensional
cukup besar terutama untuk komisi agen, bias menyerap premi tahun pertama dan
kedua. Karena itu, nilai tunai pada tahun pertama dan kedua biasanya belum
ada (masih hangus)
|
Pada sebagian asuransi syariah, loading
(komisi agen), tidak dibebankan kepada peserta tapi dari dana pemegang saham.
Namun pada sebagian yang lainnya mengambilkan dari sekitar 20-30% saja dari
premi tahun pertama. Dengan demikian nilai tunai tahun pertama sudah
terbentuk.
|
13
|
Sumber pembayaran klaim
|
Sumber biaya klaim adalah dari
rekening perusahaan, sebagai konsekuensi penanggung terhadap tertanggung.
Murni bisnis dan tidak ada nuansa spiritual.
|
Sumber pembayaran klaim diperoleh
dari rekening tabarru’, yaitu peserta saling menanggung. Jika salah satu
peserta mendapat musibah, maka peserta lainnya ikut menanggung bersama
resiko.
|
14
|
System akuntansi
|
Menganut konsep akuntansi accrual
basis, yaitu proses akuntansi yang mengakui terjadinya peristiwa atau keadaan
nonkas. Dan, mengakui pendapatan, peningkatan assets, expenses, liabilities
dalam jumlah tertentu yang baru akan diterima pada waktu yang akan dating.
|
Menganut konsep akuntansi cash
basis, mengakui apa yang benar-benar telah ada, sedangkan accrual basis
dianggap bertentangan dengan syariah karena mengakui adanya pendapatan, harta
beban, atau utang yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Sementara
apakah itu dapat benar-banar terjadi, hanya Alloh yang tahu.
|
15
|
Keuntungan / profit
|
Keuntungan yang diperoleh dari
surplus underwriting, komisi reasuransi dan hasil investasi seluruhnya adalah
keuntungan perusahaan.
|
Profit yang diperoleh dari surplus
underwriting, komisi reasuransi dan hasil investasi, bukan seluruhnya menjadi
milik perusahaan, tetapi dilakukan bagi hasil (mudhorobah) dengan peserta.
|
16
|
Misi dan visi
|
Secara garis besar misi utama dari
asuransi konvensional adalah misi ekonomi dan misi social.
|
Misi yang diemban dalam asuransi
syariah adalah misi aqidah, misi ibadah (ta’awun), misi ekonomi (iqtishodl),
dan misi pemberdayaan ummat (social)
|
C.
Perkembangan
Asuransi di Indonesia
Dewasa ini pertumbuhan asuransi syariah sangatlah
tinggi karena banyak orang yang sadar akan pentingnya mempunyai asuransi.
Asuransi syariah sendiri juga mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan asuransi
non-syariah sehingga banyak sekali peminat yang berminat untuk memiliki
asuransi syariah. Asuransi dapat menjadi investasi jangka panjang dan juga
proteksi diri akan hal hal yang tidak diinginkan. Produk keuangan sendiri sudah
menjadi kebutuhan manusia dan dewasa ini orang orang lebih selekif untuk
menggunakan produk keuangan tersebut dengan menghindari hal hal yang berunsur
riba.
Bagi masyarakat muslim, menghindari hal-hal yang
bersifat riba itu wajib sehingga hal ini juga mendorong pertumbuhan berbagai
macam produk keuangan syariah termasuk asuransi syariah. Sekarang ini
perusahaan asuransi syariah sudah berkembang dengan pesat meskipun tidak
terlalu banyak dikenal seperti perbankan syariah. Perbedaan dari asuransi
syariah dan asuransi konvensional sendiri mungkin tidak terlalu terlihat namun
pada dasarnya perbedaan tersebut teletak pada perjanjian transaksinya. Dalam
asuransi syariah, nasabah akan mengikatkan diri dalam suatu komunitas dan
mereka akan saling menanggung apabila terdapat musibah. Sedangkan pada asuransi
konvensional, nasabah membeli perlindungan dari perusahaan asuransi untuk
mendapat perlindungan apabila musibah terjadi.
Produk keuangan yang menjadi trend di tahun
2010-2011 sekarang ini adalah produk syariah, sehingga banyak sekali pemilik
modal yang berinvestasi pada produk keuangan ini. Di Indonesia sendiri produk
syariah sudah menjamur karena masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim
berminat untuk memiliki produk keungan syariah. Geliat bisnis syariah kini kian
menggiurkan dan banyak sekali perusahaan-perusahaan asuransi yang berbasis pada
sistem syariah. Karena pendapatan premi yang kian naik, tak heran jika banyak
sekali perusahaan yang berkompetisi dalam mendirikan bisnis syariah.
Pertumbuhan perusahaan syariah sangat lah pesat dan sudah banyak ahli yang
memperkirakan pertumbuhan premi asuransi yang akan naik mencapai angka 30%
(Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI). Dari sisi pendapatan premi,
industri asuransi syariah di tahun 2010 mencapai besaran empat triliun rupiah.
Sementara di tahun 2011, pendapatan premi industri asuransi syariah mencapai
Rp.4.97 triliun. Hal ini sangatlah wajar karena minat dan antusias yang tinggi
akan produk keuangan syariah oleh berbagai elemen masyarakat sehingga banyak
sekali produk keuangan yang menambah cabangnya dalam bentuk syariah.
Tantangan di tahun 2010-2011 yang dihadapi oleh
banyak perusahaan yang berbasis syariah sangatlah beragam yang dimulai dari
pemberian layanan yang optimal dan peningkatan dan pengembangan sumber daya
manusia. Selain itu pengembangan produk-produk keuangan syariah yang sesuai dan
dibutuhkan oleh masyarakat juga dapat menjadi tantangan yang besar. Sebenarnya
produk-produk keuangan syariah sendiri sudah cukup berkembang, namun hal yang
sulit yaitu menciptakan persaingan diantara perusahaan produk keuangan syariah
yang tidak mematikan lawannya. Selain itu, permodalan juga dapat mempengaruhi
perkembangan produk keuangan syariah dan hal ini layak untuk diperhitungkan.
Menciptakan produk keuangan syariah menjadi alternatif
pendanaan bukanlah hal yang mudah, karena edukasi kepada masyarakat mengenai
keuangan syariah sendiri masihlah kurang. Memberikan edukasi kepada masyarakat
sangatlah penting meskipun masyarakat Indonesia mayoritas muslim. Berdasarkan
data yang terkumpul, penetrasi dana asuransi syariah sendiri sudah mencapai
3,18% (Bapepam-LK) dan mendapatkan premi yang cukup besar. Banyak sekali
prediksi prediksi mengenai pertumbuhan asuransi syariah yang tinggi.
Pertumbuhan produk keuangan syariah di Timur Tengah sendiri sedang mengalami
naik turun yang disebabkan oleh jenuhnya pasar asuransi syariah. Sedangkan
perkembangan dan pertumbuhan produk keuangan syariah di Asia Tenggara sendiri
relative stabil, terutama di negara Malaysia.
Kontribusi asuransi syariah di negara Malaysia
sendiri sudah mencapai 1,06% dari pendapatan domestic bruto dan di Indonesia
baru mencapai 0,05% (E&Y:2009). Perkembangan perusahaan syariah di Malaysia
dapat berkembang pesat karena mereka lebih didukung oleh pemerintah. Akan
tetapi, di Indonesia mempunyai kelengkapan regulasi asuransi syariah yang lebih
baik dari pada pemerintah Malaysia. Bahkan pelaku industri syariah sendiri
sempat berkunjung ke Indonesia untuk mempelajari regulasi asuransi syariah. Di
Indonesia sendiri, peluang 2012 terhadap produk keuangan syariah masih sangat
terbuka lebar. Peluang pasar asuransi jiwa syariah masih sangat diminati oleh
mayoritas masyarakat Indonesia.
Berdasarkan data dari Biro Perasuransian Badan
Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan, pasar modal untuk asuransi syariah
sendiri masih di bawah 3% dan mayoritas populasi Indonesia sendiri merupakan
masyarakat muslim sehingga ini memberikan banyak peluang bagi industri keuangan
syariah untuk lebih berkembang. Dengan menyediakan produk yang sesuai dengan
kebutuhan nasabah, industri keuangan syariah akan lebih berkembang pesat.
Banyak perusahaan asuransi jiwa syariah yang mencatat pertumbuhan syariah yang
tinggi dengan mendapatkan premi syariah di atas 50% di kuartal pertama.
Pandangan para ahli terhadap perkembangan asuransi
syariah tahun 2012 sendiri nantinya akan memberikan sumbangan hingga 30% dan
memperkirakan prospek dari pertumbuhan industri syariah yang cukup tinggi untuk
tahun ini. Pada tahun 2011 sendiri, pembiayaan produk keuangan syariah sudah
tumbuh mencapai 25-30% dan aset keuangan syariah sendiri sudah tumbuh hingga
70% (Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI)). Namun perkembangan dan
pertumbuhan industri keuangan syariah sendiri masih akan didukung oleh berbagai
macam faktor seperti pertumbuhan ekonomi Indonesia dan juga pangsa pasar
industri keuangan syariah.
Pertumbuhan keuangan syariah sendiri diperkirakan
akan lebih tinggi dari pada pertumbuhan keuangan bank konvensional. Kepercayaan
dan juga optimisme akan kondisi ekonomi ke depan dapat juga mempengaruhi
kinerja sumber daya manusia di industri keuangan syariah. Bisa dikatakan juga
bahwa pertumbuhan keuangan syariah di Indonesia pelan namun pasti karena pangsa
pasar asuransi jiwa syariah sudah dan masih memperlihatkan pertumbuhannya.
Meskipun minat pasar tinggi, namun sayangnya industri tumbuh dan berkembang
lamban. Namun kinerja sumber daya manusia dari industri syariah sendiri
menunjukan performa yang cukup baik. Bahkan banyak ahli yang memperkirakan
penerimaan premi asuransi jiwa syariah dapat menembus angka lebih dari 3% di
tahun ini.
Pangsa pasar yang besar tersebut mencerminkan bahwa
minat masyarakat Indonesia sangatlah tinggi terhadap asuransi jiwa syariah.
Sayangnya minat yang sangat besar akan produk keuangan syariah ini terkadang
kurang direspon oleh industri asuransi syariah dengan melihat ketidaksungguhan
industri syariah dalam memisahkan unit asuransi syariah dengan konvensional
sehingga asuransi syariah menjadi perusahaan sendiri. Dengan adanya asuransi
syariah yang berkembang sendiri tanpa campur tangan dari konvensional akan
lebih memungkinkan untuk lebih cepat laju pertumbuhannya. Saat ini, sudah
terdapat 20 asuransi syariah yang terdiri dari 17 asuransi jiwa syariah, 20
asuransi umum syarah, dan 3 reasuransi syariah.
Semakin maraknya pertumbuhan keuangan dan industri
syariah turut mendorong keuangan nasional. Sementara market share industri
keuangan syariah sendiri sudah terus berkembang dan pasar Indonesia masih
terbuka luas untuk keuangan syariah ini. Hal ini berbeda dengan berbagai negara
lainnya seperti di Timur Tengah, Eropa, dan juga Malaysia. Di Timur Tengah
sendiri perkembangan keuangan syariah tergantung pada produksi minyak, dan
begitu pula di Eropa karena banyak sekali perbankan di Eropa yang masih
menampung dana dari pengusaha minyak di Timur Tengah. Sedangkan Malaysia
sendiri perkembangan industri syariahnya didukung oleh pemerintah sehingga dana
yang dikelola lebih banyak berasal dari dana pemerintah.
Dibandingkan dana dari ketiga negara tersebut, dana
di Indonesia masih sangatlah jauh. Namun Indonesia masih mempunyai peluang yang
cukup tinggi untuk perkembangan dan laju pertumbuhan industri syariah. Banyak
sekali pasar di Indonesia yang belum digarap. Indonesia sendiri sebenarnya
membutuhkan sistem dan konsep lain dalam keuangan dan menata perekonomiannya
dan lembaga syariah ini merupakan yang alternatif yang paling tepat. Sehingga,
kontribusi aktif dari investor baik lokal maupun mancanegara pun sangat
diperlukan dalam meningkatkan pangsa pasar asuransi syariah di Indonesia.
Tentunya dengan dukungan pemerintah dalam membantu perusahaan asuransi
mengembangkan pangsa pasarnya.
D. Lahirnya Asuransi Syariah
Asuransi yang selama ini digunakan oleh mayoritas
masyarakat (konvensional) bukan merupakan asuransi yang dikenal oleh para
pendahulu dari kalangan ahli fiqh, karena tidak termasuk transaksi yang dikenal
oleh fiqh Islam, dan tidak pula dari kalangan para sahabat yang membahas hukumnya.
Terjadi perbedaan pendapat ulama tentang asuransi non syariah (konvensional)
yang disebabkan oleh perbedaan ilmu dan ijtihad mereka. Alasannya antara lain :
1.
Pada transaksi asuransi konvensional terdapat jahalah (ketidaktahuan) dan
ghoror (ketidakpastian), dimana tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan
keuntungan atau kerugian pada saat berakhirnya periode asuransi.
2.
Di dalamnya terdapat riba atau syubhat riba. Hal ini akan lebih jelas dalam
asuransi jiwa, dimana seseorang yang membeli polis asuransi membayar sejumlah
kecil dana/premi dengan harapan mendapatkan uang yang lebih banyak dimasa yang
akan datang, namun bisa saja dia tidak mendapatkannya. Jadi pada hakekatnya
transaksi ini adalah tukar menukar uang, dan dengan adanya tambahan dari uang
yang dibayarkan, maka ini jelas mengandung unsur riba, baik riba fadl dan riba
nasi’ah.
3.
Asuransi ini termasuk jenis perjudian (maysir), karena salah satu pihak
membayar sedikit harta untuk mendapatkan harta yang lebih banyak dengan cara
untung-untungan atau tanpa pekerjaan. Jika terjadi kecelakaan ia berhak
mendapatkan semua harta yang dijanjikan, tapi jika tidak maka ia tidak akan
mendapatkan apapun.
Melihat ketiga hal di atas, dapat dikatakan bahwa
transaksi dalam asuransi konvensional yang selama ini kita kenal, belum sesuai
dengan transaksi yang dikenal dalam fiqh Islam. Asuransi syari’ah dengan
prinsip ta’awunnya, dapat diterima oleh masyarakat dan berkembang cukup pesat
pada beberapa tahun terakhir ini.
Asuransi syariah dengan perjanjian di awal yang
jelas dan transparan serta aqad yang sesuai syariah, dimana dana-dana dan premi
asuransi yang terkumpul (disebut juga dengan dana tabarru’) akan dikelola
secara profesional oleh perusahaan asuransi syariah melalui investasi syar’i
dengan berlandaskan prinsip syariah.
Dan pada akhirnya semua dana yang dikelola tersebut
(dana tabarru’) nantinya akan dipergunakan untuk menghadapi dan mengantisipasi
terjadinya musibah/bencana/klaim yang terjadi diantara peserta asuransi.
Melalui asuransi syari’ah, kita mempersiapkan diri secara finansial dengan
tetap mempertahankan prinsip-prinsip transaksi yang sesuai dengan fiqh Islam.
Jadi tidak ada keraguan untuk berasuransi syari’ah.
E. Pembukaan Asuransi Syariah yang Dianggap Lebih
Kompetitif
Asuransi konvensional yang menerapkan kontrak jual
beli atau biasa disebut tabaduli, asuransi syariah menggunakan kontrak takafuli
atau tolong menolong antara nasabah satu dengan nasabah yang lain ketika dalam
kesulitan. “Jadi di asuransi syariah ada risk sharing,” ujar Ma’ruf. Sedangkan
dengan akad tabaduli, terjadi jual beli atas risiko yang dipertanggungkan
antara nasabah dengan perusahaan asuransi. Dengan kata lain terjadi transfer
risiko (risk transferring) dari nasabah ke perusahaan asuransi.
Pengelolaan dana melalui asuransi syariah diyakini
dapat terhindar dari unsur yang diharamkan Islam yaitu riba, grarar
(ketidakjelasan dana) dan maisir (judi). Untuk itu perusahaan asuransi syariah
memegang amanah dalam menginvestasikan dana nasabah sesuai prinsip syariah.
Sesuai akadnya, mudharabah, yaitu akad kerja sama dimana peserta menyediakan
100% modal, dan dikelola oleh perusahaan asuransi, dengan menentukan kontrak
bagi hasil.
Jika nasabah asuransi syariah mengajukan klaim, dana
klaim berasal dari rekening tabarru’ (kebajikan) seluruh peserta. Berbeda
dengan klaim asuransi konvensional yang berasal dari perusahaan asuransinya.
Satu lagi kelebihan asuransi syariah, yaitu tidak
mengenal istilah dana hangus layaknya asuransi konvensional. Peserta asuransi
syariah bisa mendapatkan uangnya kembali meskipun belum datang jatuh tempo.
Karena konsepnya adalah wadiah (titipan), dana dikembalikan dari rekening
peserta yang telah dipisahkan dari rekening tabarru’. Lagi pula biaya
operasional asuransi syariah. Hal tersebut wajar, mengingat pembebanan biaya
operasional ditanggung pemegang polis asuransi, terbatas pada kisaran 30% dari
premi, sehingga pembentukan pada nilai tunai cepat terbentuk di tahun pertama
dengan memiliki nilai 70% dari premi. Bandingkan dengan pembebanan biaya
operasional asuransi konvensional yang ditanggung seluruhnya oleh pemegang
polis, sehingga pembentukan nilai tunai menjadi lambat di tahun-tahun pertama
menjadi bernilai nol.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Prospek asuransi Islam di Indonesia akan cerah dan
semakin prospektif jika umat Islam dapat "membaca" dan memberdayakan
peluang dan kekuatan yang dimiliki. Di samping itu, asuransi Islam juga harus
bisa meminimalisir ancaman/tantangan yang sudah dan akan muncul sekaligus
memperbaiki kelemahan/kekurangan yang ada.
Sebagai sebuah lembaga keuangan
syariah, asuransi Islam tidak boleh berkutat pada dataran simbol-simbol keagamaan.
Konsekuensi sebagai bagian dari lembaga keuangan syariah sangat tinggi. Oleh
karena itu, konsistensi menjalankan usaha sesuai dengan syariah baik dalam
manjemen, produk, investasi, promosi dan lain sebagainya juga harus
diperhatikan dan diaplikasikan. Sebagai lembaga keuangan yang tentunya juga
berorientasi keuntungan (profit oriented), asuransi Islam tidak boleh
melupakan tujuan awal berdirinya asuransi Islam yang mengusung semboyan social
oriented sebagai wujud ta'awun 'ala al-birr wa at-taqwa.
DAFTAR
PUSTAKA
Dewi,
Gemala. 2005. Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di
Indonesia. Jakarta: Prenada Media Grup.
Prakoso,
Djoko. 2000. Hukum Asuransi Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Sula,
Muhammad Syakir. 2004. Asuransi
Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional. Jakarta: Gema
Insani.
good
BalasHapus