Kamis, 29 November 2012

Perbandingan Asuransi Konvensional dan Syariah


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, dimana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut. Apabila risiko tersebut benar-benar terjadi, pihak tertanggung akan mendapatkan ganti rugi sebesar nilai yang diperjanjikan antara penanggung dan tertanggung. Mekanisme perlindungan ini sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis yang penuh dengan risiko. Secara rasional, para pelaku bisnis akan mempertimbangkan untuk mengurangi risiko yang dihadapi. Pada tingkat kehidupan keluarga atau rumah tangga, asuransi juga dibutuhkan untuk mengurangi permasalahan ekonomi yang akan dihadapi apabila ada salah satu anggota keluarga yang menghadapi risiko cacat atau meninggal dunia.
Perkembangan asuransi di Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Berbagai perusahaan asuransi berlomba-lomba menawarkan program asuransi baik bagi masyarakat maupun perusahaan. Seiring dengan perkembangan berbagai program syariah yang telah diusung oleh lembaga keuangan lain, banyak perusahaan asuransi yang saat ini juga  menawarkan program asuransi syariah. Apakah dengan membentuk asuransi syariah itu lebih baik dibandingkan dengan asuransi konvensional ? Berikut kita kaji lebih dalam pada makalah ini.


B.     Perumusan Masalah
Berikut adalah rumusan masalah yang akan dikaji pada makalah perbandingan asuransi konvensional dan syariah, antara lain:
1.      Apa saja perbandingan asuransi konvensional dan asuransi syariah yang dilihat dari berbagai aspek,
2.      Bagaimana analisa mengenai tingkat keuntungan diantara kedua jenis asuransi tersebut,
3.      Manakah asuransi yang lebih baik diantara asuransi konvensional dan asuransi syariah.





















BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah
1.      Asuransi Konvensional, merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, dimana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut.
2.      Asuransi Syariah, merupakan sebuah sistem dimana para peserta menginfaqkan atau menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan operasional asuransi dan investasi dari dana-dana atau kontribusi yang diterima/dilimpahkan kepada perusahaan.

B.     Perbandingan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah
Berikut ini adalah tabel perbandingan Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah :
No
Prinsip
Konvensional
Syariah
1
Konsep
Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri dengan pihak tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan pergantian kepada tertanggung.
Sekumpulan orang yang saling membantu, saling menjamin, dan bekerja sama, dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabrru’
2
Asal usul
Dari masyarakat babilonia 4000-3000 SM yang dikenal dengan perjanjian Hammurabi. Dan tahun 1668M di Coffe House London berdirilah Lloyd of London sebagai cikal bakal asuransi konvensional.
Dari al-Aqidah, kebiasaan suku Arab jauh sebelum Islam datang. Kemudian disakan oleh Rosululloh menjadi hokum Islam, bahkan telah tertuang dalam konstitusi pertama di dunia (Piagam Madina) yang dibuat langsung Rosululloh.
3.
Sumber hukum
Bersumber dari pikiran manusia dan kebudayaan.
Berdasarkan hokum positif, hokum alami dan contoh sebelumnya.
Bersumber ddari wahyu Ilahi
Sumber hokum dalam syariah Islam adalah Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, Fatwa Shahabat, Qiyas, Istihsan, “urf Tradisi, dan Mashalih Mursalah
4
Maisir Gharar, Riba
Tidak selaras dengan syariah Islam karena terdapat 3 hal ini.
Bersih dari praktik Maisir Gharar, dan Riba
5
DPS (Dewan Pengawas Syariah)
Tidak ada. Sehingga ddalam praktiknya banyak bertentangn dengan kaidah-kaidah syara’
Ada, yang berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan agar terbebas dari praktik-praktik muamalah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
6
Akad
Akad jual beli (akad mu’awadhoh, akad idz’aan, akad gharra, dan akad mulzim)
Akad tabarru’ dan akad tijaroh (mudhorobah, wakalah, wadiah, syirkah, dan sebagainya)
7
Jaminan/risk (resiko)
Transfer of risk, di mana terjadi transfer resiko ddari tertanggung kepada penanggung
Sharing of risk, di mana terjadi proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lain (ta’awun)
8
Pengelolaan dana
Tddak ada pemisahan dana, yang berakibat terjadinya dana hangus (untuk produk saving life)
Pada produk-produk saving life terjadi pemisahan dana, yaitu dana tabarru’, derma ddan dana peserta, sehingga tidak mengenal dana hangus. Sedangkan untuk term insurance (life) dan general insurance semuanya bersifat tabarru’.
9
Investasi
Bebas melakukan investasi dalam batas-batas ketentuan perundang-undangan. Dan tidak terbatasi pada halal-haramnya objek atau system investasi yang digunakan.
Dapat melakukan investasi sesuai ketentuan perundang-undangan, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Bebas ddari riba dan tempat-tempat investasi yang terlarang.
10
Kepemilikan dana
Dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya menjadi milik perusahaan. Perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan ke mana saja.
Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi, merupakan milik peserta (shohibul mal), asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah(mudhorib) dalam mengelola dana tersebut.
11
Unsure premi
Unsure premi terdiri dari tabel mortalita (mortality tables), bunga (interest), biaya-biaya asuransi (cost of insurance)
Iuran atau kontribusi terdiri dari unsure tabarru’ dan tabungan (yang tidak mengandung unsure riba). Tabarru’ juga dihitung dari mortalita, tetapi tanpa perhitungan bunga teknik.
12
Loading
Loading pada asuransi konvensional cukup besar terutama untuk komisi agen, bias menyerap premi tahun pertama dan kedua. Karena itu, nilai tunai pada tahun pertama dan kedua biasanya belum ada (masih hangus)
Pada sebagian asuransi syariah, loading (komisi agen), tidak dibebankan kepada peserta tapi dari dana pemegang saham. Namun pada sebagian yang lainnya mengambilkan dari sekitar 20-30% saja dari premi tahun pertama. Dengan demikian nilai tunai tahun pertama sudah terbentuk.
13
Sumber pembayaran klaim
Sumber biaya klaim adalah dari rekening perusahaan, sebagai konsekuensi penanggung terhadap tertanggung. Murni bisnis dan tidak ada nuansa spiritual.
Sumber pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabarru’, yaitu peserta saling menanggung. Jika salah satu peserta mendapat musibah, maka peserta lainnya ikut menanggung bersama resiko.
14
System akuntansi
Menganut konsep akuntansi accrual basis, yaitu proses akuntansi yang mengakui terjadinya peristiwa atau keadaan nonkas. Dan, mengakui pendapatan, peningkatan assets, expenses, liabilities dalam jumlah tertentu yang baru akan diterima pada waktu yang akan dating.
Menganut konsep akuntansi cash basis, mengakui apa yang benar-benar telah ada, sedangkan accrual basis dianggap bertentangan dengan syariah karena mengakui adanya pendapatan, harta beban, atau utang yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Sementara apakah itu dapat benar-banar terjadi, hanya Alloh yang tahu.
15
Keuntungan / profit
Keuntungan yang diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi dan hasil investasi seluruhnya adalah keuntungan perusahaan.
Profit yang diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi dan hasil investasi, bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan, tetapi dilakukan bagi hasil (mudhorobah) dengan peserta.
16
Misi dan visi
Secara garis besar misi utama dari asuransi konvensional adalah misi ekonomi dan misi social.
Misi yang diemban dalam asuransi syariah adalah misi aqidah, misi ibadah (ta’awun), misi ekonomi (iqtishodl), dan misi pemberdayaan ummat (social)

C.    Perkembangan Asuransi di Indonesia
Dewasa ini pertumbuhan asuransi syariah sangatlah tinggi karena banyak orang yang sadar akan pentingnya mempunyai asuransi. Asuransi syariah sendiri juga mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan asuransi non-syariah sehingga banyak sekali peminat yang berminat untuk memiliki asuransi syariah. Asuransi dapat menjadi investasi jangka panjang dan juga proteksi diri akan hal hal yang tidak diinginkan. Produk keuangan sendiri sudah menjadi kebutuhan manusia dan dewasa ini orang orang lebih selekif untuk menggunakan produk keuangan tersebut dengan menghindari hal hal yang berunsur riba.
Bagi masyarakat muslim, menghindari hal-hal yang bersifat riba itu wajib sehingga hal ini juga mendorong pertumbuhan berbagai macam produk keuangan syariah termasuk asuransi syariah. Sekarang ini perusahaan asuransi syariah sudah berkembang dengan pesat meskipun tidak terlalu banyak dikenal seperti perbankan syariah. Perbedaan dari asuransi syariah dan asuransi konvensional sendiri mungkin tidak terlalu terlihat namun pada dasarnya perbedaan tersebut teletak pada perjanjian transaksinya. Dalam asuransi syariah, nasabah akan mengikatkan diri dalam suatu komunitas dan mereka akan saling menanggung apabila terdapat musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional, nasabah membeli perlindungan dari perusahaan asuransi untuk mendapat perlindungan apabila musibah terjadi.
Produk keuangan yang menjadi trend di tahun 2010-2011 sekarang ini adalah produk syariah, sehingga banyak sekali pemilik modal yang berinvestasi pada produk keuangan ini. Di Indonesia sendiri produk syariah sudah menjamur karena masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim berminat untuk memiliki produk keungan syariah. Geliat bisnis syariah kini kian menggiurkan dan banyak sekali perusahaan-perusahaan asuransi yang berbasis pada sistem syariah. Karena pendapatan premi yang kian naik, tak heran jika banyak sekali perusahaan yang berkompetisi dalam mendirikan bisnis syariah. Pertumbuhan perusahaan syariah sangat lah pesat dan sudah banyak ahli yang memperkirakan pertumbuhan premi asuransi yang akan naik mencapai angka 30% (Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI). Dari sisi pendapatan premi, industri asuransi syariah di tahun 2010 mencapai besaran empat triliun rupiah. Sementara di tahun 2011, pendapatan premi industri asuransi syariah mencapai Rp.4.97 triliun. Hal ini sangatlah wajar karena minat dan antusias yang tinggi akan produk keuangan syariah oleh berbagai elemen masyarakat sehingga banyak sekali produk keuangan yang menambah cabangnya dalam bentuk syariah.
Tantangan di tahun 2010-2011 yang dihadapi oleh banyak perusahaan yang berbasis syariah sangatlah beragam yang dimulai dari pemberian layanan yang optimal dan peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia. Selain itu pengembangan produk-produk keuangan syariah yang sesuai dan dibutuhkan oleh masyarakat juga dapat menjadi tantangan yang besar. Sebenarnya produk-produk keuangan syariah sendiri sudah cukup berkembang, namun hal yang sulit yaitu menciptakan persaingan diantara perusahaan produk keuangan syariah yang tidak mematikan lawannya. Selain itu, permodalan juga dapat mempengaruhi perkembangan produk keuangan syariah dan hal ini layak untuk diperhitungkan.
Menciptakan produk keuangan syariah menjadi alternatif pendanaan bukanlah hal yang mudah, karena edukasi kepada masyarakat mengenai keuangan syariah sendiri masihlah kurang. Memberikan edukasi kepada masyarakat sangatlah penting meskipun masyarakat Indonesia mayoritas muslim. Berdasarkan data yang terkumpul, penetrasi dana asuransi syariah sendiri sudah mencapai 3,18% (Bapepam-LK) dan mendapatkan premi yang cukup besar. Banyak sekali prediksi prediksi mengenai pertumbuhan asuransi syariah yang tinggi. Pertumbuhan produk keuangan syariah di Timur Tengah sendiri sedang mengalami naik turun yang disebabkan oleh jenuhnya pasar asuransi syariah. Sedangkan perkembangan dan pertumbuhan produk keuangan syariah di Asia Tenggara sendiri relative stabil, terutama di negara Malaysia.

Kontribusi asuransi syariah di negara Malaysia sendiri sudah mencapai 1,06% dari pendapatan domestic bruto dan di Indonesia baru mencapai 0,05% (E&Y:2009). Perkembangan perusahaan syariah di Malaysia dapat berkembang pesat karena mereka lebih didukung oleh pemerintah. Akan tetapi, di Indonesia mempunyai kelengkapan regulasi asuransi syariah yang lebih baik dari pada pemerintah Malaysia. Bahkan pelaku industri syariah sendiri sempat berkunjung ke Indonesia untuk mempelajari regulasi asuransi syariah. Di Indonesia sendiri, peluang 2012 terhadap produk keuangan syariah masih sangat terbuka lebar. Peluang pasar asuransi jiwa syariah masih sangat diminati oleh mayoritas masyarakat Indonesia.
Berdasarkan data dari Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan, pasar modal untuk asuransi syariah sendiri masih di bawah 3% dan mayoritas populasi Indonesia sendiri merupakan masyarakat muslim sehingga ini memberikan banyak peluang bagi industri keuangan syariah untuk lebih berkembang. Dengan menyediakan produk yang sesuai dengan kebutuhan nasabah, industri keuangan syariah akan lebih berkembang pesat. Banyak perusahaan asuransi jiwa syariah yang mencatat pertumbuhan syariah yang tinggi dengan mendapatkan premi syariah di atas 50% di kuartal pertama.
Pandangan para ahli terhadap perkembangan asuransi syariah tahun 2012 sendiri nantinya akan memberikan sumbangan hingga 30% dan memperkirakan prospek dari pertumbuhan industri syariah yang cukup tinggi untuk tahun ini. Pada tahun 2011 sendiri, pembiayaan produk keuangan syariah sudah tumbuh mencapai 25-30% dan aset keuangan syariah sendiri sudah tumbuh hingga 70% (Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI)). Namun perkembangan dan pertumbuhan industri keuangan syariah sendiri masih akan didukung oleh berbagai macam faktor seperti pertumbuhan ekonomi Indonesia dan juga pangsa pasar industri keuangan syariah.

Pertumbuhan keuangan syariah sendiri diperkirakan akan lebih tinggi dari pada pertumbuhan keuangan bank konvensional. Kepercayaan dan juga optimisme akan kondisi ekonomi ke depan dapat juga mempengaruhi kinerja sumber daya manusia di industri keuangan syariah. Bisa dikatakan juga bahwa pertumbuhan keuangan syariah di Indonesia pelan namun pasti karena pangsa pasar asuransi jiwa syariah sudah dan masih memperlihatkan pertumbuhannya. Meskipun minat pasar tinggi, namun sayangnya industri tumbuh dan berkembang lamban. Namun kinerja sumber daya manusia dari industri syariah sendiri menunjukan performa yang cukup baik. Bahkan banyak ahli yang memperkirakan penerimaan premi asuransi jiwa syariah dapat menembus angka lebih dari 3% di tahun ini.
Pangsa pasar yang besar tersebut mencerminkan bahwa minat masyarakat Indonesia sangatlah tinggi terhadap asuransi jiwa syariah. Sayangnya minat yang sangat besar akan produk keuangan syariah ini terkadang kurang direspon oleh industri asuransi syariah dengan melihat ketidaksungguhan industri syariah dalam memisahkan unit asuransi syariah dengan konvensional sehingga asuransi syariah menjadi perusahaan sendiri. Dengan adanya asuransi syariah yang berkembang sendiri tanpa campur tangan dari konvensional akan lebih memungkinkan untuk lebih cepat laju pertumbuhannya. Saat ini, sudah terdapat 20 asuransi syariah yang terdiri dari 17 asuransi jiwa syariah, 20 asuransi umum syarah, dan 3 reasuransi syariah.
Semakin maraknya pertumbuhan keuangan dan industri syariah turut mendorong keuangan nasional. Sementara market share industri keuangan syariah sendiri sudah terus berkembang dan pasar Indonesia masih terbuka luas untuk keuangan syariah ini. Hal ini berbeda dengan berbagai negara lainnya seperti di Timur Tengah, Eropa, dan juga Malaysia. Di Timur Tengah sendiri perkembangan keuangan syariah tergantung pada produksi minyak, dan begitu pula di Eropa karena banyak sekali perbankan di Eropa yang masih menampung dana dari pengusaha minyak di Timur Tengah. Sedangkan Malaysia sendiri perkembangan industri syariahnya didukung oleh pemerintah sehingga dana yang dikelola lebih banyak berasal dari dana pemerintah.
Dibandingkan dana dari ketiga negara tersebut, dana di Indonesia masih sangatlah jauh. Namun Indonesia masih mempunyai peluang yang cukup tinggi untuk perkembangan dan laju pertumbuhan industri syariah. Banyak sekali pasar di Indonesia yang belum digarap. Indonesia sendiri sebenarnya membutuhkan sistem dan konsep lain dalam keuangan dan menata perekonomiannya dan lembaga syariah ini merupakan yang alternatif yang paling tepat. Sehingga, kontribusi aktif dari investor baik lokal maupun mancanegara pun sangat diperlukan dalam meningkatkan pangsa pasar asuransi syariah di Indonesia. Tentunya dengan dukungan pemerintah dalam membantu perusahaan asuransi mengembangkan pangsa pasarnya.

D.    Lahirnya Asuransi Syariah
Asuransi yang selama ini digunakan oleh mayoritas masyarakat (konvensional) bukan merupakan asuransi yang dikenal oleh para pendahulu dari kalangan ahli fiqh, karena tidak termasuk transaksi yang dikenal oleh fiqh Islam, dan tidak pula dari kalangan para sahabat yang membahas hukumnya. Terjadi perbedaan pendapat ulama tentang asuransi non syariah (konvensional) yang disebabkan oleh perbedaan ilmu dan ijtihad mereka. Alasannya antara lain :
1. Pada transaksi asuransi konvensional terdapat jahalah (ketidaktahuan) dan ghoror (ketidakpastian), dimana tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan keuntungan atau kerugian pada saat berakhirnya periode asuransi.
2. Di dalamnya terdapat riba atau syubhat riba. Hal ini akan lebih jelas dalam asuransi jiwa, dimana seseorang yang membeli polis asuransi membayar sejumlah kecil dana/premi dengan harapan mendapatkan uang yang lebih banyak dimasa yang akan datang, namun bisa saja dia tidak mendapatkannya. Jadi pada hakekatnya transaksi ini adalah tukar menukar uang, dan dengan adanya tambahan dari uang yang dibayarkan, maka ini jelas mengandung unsur riba, baik riba fadl dan riba nasi’ah.
3. Asuransi ini termasuk jenis perjudian (maysir), karena salah satu pihak membayar sedikit harta untuk mendapatkan harta yang lebih banyak dengan cara untung-untungan atau tanpa pekerjaan. Jika terjadi kecelakaan ia berhak mendapatkan semua harta yang dijanjikan, tapi jika tidak maka ia tidak akan mendapatkan apapun.
Melihat ketiga hal di atas, dapat dikatakan bahwa transaksi dalam asuransi konvensional yang selama ini kita kenal, belum sesuai dengan transaksi yang dikenal dalam fiqh Islam. Asuransi syari’ah dengan prinsip ta’awunnya, dapat diterima oleh masyarakat dan berkembang cukup pesat pada beberapa tahun terakhir ini.
Asuransi syariah dengan perjanjian di awal yang jelas dan transparan serta aqad yang sesuai syariah, dimana dana-dana dan premi asuransi yang terkumpul (disebut juga dengan dana tabarru’) akan dikelola secara profesional oleh perusahaan asuransi syariah melalui investasi syar’i dengan berlandaskan prinsip syariah.
Dan pada akhirnya semua dana yang dikelola tersebut (dana tabarru’) nantinya akan dipergunakan untuk menghadapi dan mengantisipasi terjadinya musibah/bencana/klaim yang terjadi diantara peserta asuransi. Melalui asuransi syari’ah, kita mempersiapkan diri secara finansial dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip transaksi yang sesuai dengan fiqh Islam. Jadi tidak ada keraguan untuk berasuransi syari’ah.

E.     Pembukaan Asuransi Syariah yang Dianggap Lebih Kompetitif
Asuransi konvensional yang menerapkan kontrak jual beli atau biasa disebut tabaduli, asuransi syariah menggunakan kontrak takafuli atau tolong menolong antara nasabah satu dengan nasabah yang lain ketika dalam kesulitan. “Jadi di asuransi syariah ada risk sharing,” ujar Ma’ruf. Sedangkan dengan akad tabaduli, terjadi jual beli atas risiko yang dipertanggungkan antara nasabah dengan perusahaan asuransi. Dengan kata lain terjadi transfer risiko (risk transferring) dari nasabah ke perusahaan asuransi.
Pengelolaan dana melalui asuransi syariah diyakini dapat terhindar dari unsur yang diharamkan Islam yaitu riba, grarar (ketidakjelasan dana) dan maisir (judi). Untuk itu perusahaan asuransi syariah memegang amanah dalam menginvestasikan dana nasabah sesuai prinsip syariah. Sesuai akadnya, mudharabah, yaitu akad kerja sama dimana peserta menyediakan 100% modal, dan dikelola oleh perusahaan asuransi, dengan menentukan kontrak bagi hasil.
Jika nasabah asuransi syariah mengajukan klaim, dana klaim berasal dari rekening tabarru’ (kebajikan) seluruh peserta. Berbeda dengan klaim asuransi konvensional yang berasal dari perusahaan asuransinya.
Satu lagi kelebihan asuransi syariah, yaitu tidak mengenal istilah dana hangus layaknya asuransi konvensional. Peserta asuransi syariah bisa mendapatkan uangnya kembali meskipun belum datang jatuh tempo. Karena konsepnya adalah wadiah (titipan), dana dikembalikan dari rekening peserta yang telah dipisahkan dari rekening tabarru’. Lagi pula biaya operasional asuransi syariah. Hal tersebut wajar, mengingat pembebanan biaya operasional ditanggung pemegang polis asuransi, terbatas pada kisaran 30% dari premi, sehingga pembentukan pada nilai tunai cepat terbentuk di tahun pertama dengan memiliki nilai 70% dari premi. Bandingkan dengan pembebanan biaya operasional asuransi konvensional yang ditanggung seluruhnya oleh pemegang polis, sehingga pembentukan nilai tunai menjadi lambat di tahun-tahun pertama menjadi bernilai nol.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Prospek asuransi Islam di Indonesia akan cerah dan semakin prospektif jika umat Islam dapat "membaca" dan memberdayakan peluang dan kekuatan yang dimiliki. Di samping itu, asuransi Islam juga harus bisa meminimalisir ancaman/tantangan yang sudah dan akan muncul sekaligus memperbaiki kelemahan/kekurangan yang ada.
            Sebagai sebuah lembaga keuangan syariah, asuransi Islam tidak boleh berkutat pada dataran simbol-simbol keagamaan. Konsekuensi sebagai bagian dari lembaga keuangan syariah sangat tinggi. Oleh karena itu, konsistensi menjalankan usaha sesuai dengan syariah baik dalam manjemen, produk, investasi, promosi dan lain sebagainya juga harus diperhatikan dan diaplikasikan. Sebagai lembaga keuangan yang tentunya juga berorientasi keuntungan (profit oriented), asuransi Islam tidak boleh melupakan tujuan awal berdirinya asuransi Islam yang mengusung semboyan social oriented sebagai wujud ta'awun 'ala al-birr wa at-taqwa.








DAFTAR PUSTAKA


Dewi, Gemala. 2005. Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Grup.

Prakoso, Djoko. 2000. Hukum Asuransi Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Sula, Muhammad Syakir. 2004.  Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional. Jakarta: Gema Insani.

1 komentar: